ACARA I
TEKNOLOGI OLAH MINIMAL SARI BUAH
A. TUJUAN
1. Mengetahui peristiwa pencoklatan pada buah
2. Mengetahui pengaruh berbagai penambahan bahan untuk mengurangi reaksi browning pada buah
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Bahan
Asam sitrat merupakan senyawa intermediet dari asam organik yang berbentuk kristal atau serbuk putih. Sifat-sifat asam sitrat antara lain: mudah larut dalam air, spiritus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai menjadi arang. Asam sitrat merupakan agen pengkelat. Asam sitrat menghambat terjadinya pencoklatan karena dapat mengkompleks ion tembaga yang dalam hal ini berperan sebagai katalis dalam reaksi pencoklatan. Selain itu, asam sitrat juga dapat menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan pH seperti halnya pada asam asetat sehingga enzim PPO menjadi inaktif (Winarno dalam Zulfahnur dkk, 1997).
Larutan sirup gula juga dapat berfungsi untuk menghambat terjadinya pencoklatan enzimatik karena larutan gula dapat memberikan lapisan atau mantel sehingga mencegah permukaan buah dapat kontak dengan oksigen. Cara ini merupakan cara tertua yang digunakan untuk mencegah reaksi pencoklatan. Disamping itu, larutan gula dapat menurunkan pH lingkungan sehingga enzim PPO ini menjadi inaktif. Semakin tinggi konsistensi pemanis dalam suatu larutan menyebabkan pH menurun, hal ini disebabkan karena gula mempunyai sifat coolingeffect (Winarno dalam Zulfahnur dkk, 1997).
Untuk bahan-bahan yang mempunyai kadar gula tinggi, pemanasan dengan suhu 1000C dapat mengakibatan terjadinya pergerakan pada permukaan bahan. Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat higroskopis daripada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup yang kering misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah diberi zat penyerap air. Penyerap air/uap air ini dapat menggunakan kapur aktif; asam sulfat; silika gel aluminium oksida; kalium klorida; kalium hidroksida; kalium sulfat atau barium oksida. Silika gel yang digunakan sering diberi warna guna memudahkan apakah bahan tersebut sudah jenuh dengan air atau belum. Bila sudah jenuh akan berwarna merah muda dan bila dipanaskan menjadi kering berwarna biru (Sudarmadji dalam Anonim, 2005).
Polifenol, juga disebut sebagai komponen fenolat, adalah kelompok bahan kimia yang ada dalam tanaman (buah, sayur) yang berperan penting selama pencoklatan enzimatis, karena merupakan substansi untuk enzim pecoklatan. Komponen fenolat bertanggung jawab pada beberapa warna pada bermacam tanaman, yang merupakan bagian dari flavor dan rasa minuman (jus apel, teh), dan antioksidan penting dalam tanaman. Polifenol dibagi menjadi beberapa sub kelompok yang berbeda, misalnya komponen anthosianin (warna dalam buah), komponen flavonoid (kathekin, tannin dalam teh dan anggur/wine), dan komponen non-flavonoid (asam gallat dalam daun teh). Flavonoid dibentuk dalam tanaman dari asam amino aromatic fenilalanin dan tirosin (Chayati, 2007).
Produk vanili Indonesia yang diekspor masih berbentuk polong kering. Aroma vanili banyak digunakan dalam industri makanan/ minuman, farmasi dan kosmetika. Dalam industri makanan/minuman umumnya digunakan dalam bentuk ekstrak, keperluan farmasi dalam bentuk tincture dan untuk parfum dalam bentuk tinctuce atau absolut. Untuk konsumsi langsung dalam rumah tangga umumnya dalam bentuk utuh atau bubuk. Penggunaannya langsung dicampurkan kedalam bahan makanan atau minuman. Polong vanili kering ini dapat diolah lebih lanjut menjadi ekstrak oleoresin, yang penggunaannya di luar negeri cukup banyak (Hadipoentyanti dkk,2007).
2. Tinjauan Teori
Perubahan warna yang utama pada sayuran dan buah-buahan disebabkan oleh reaksi browning (pencoklatan). Reaksi pencoklatan terdiri atas pencoklatan (browning) enzimatis dan non enzimatis. Browning enzimatis disebabkan oleh aktifitas enzim phenolase dan poliphenolase. Pada buah dan sayuran utuh, sel-selnya masih utuh, sehingga substrat yang terdiri atas senyawa-senyawa fenol terpisah dari enzim phenolase sehingga tidak terjadi reaksi browning. Apabila sel pecah akibat terjatuh/memar atau terpotong (pengupasan, pengirisan) substrat dan enzim akan bertemu pada keadaan aerob (terdapat oksigen) sehingga terjadi reaksi browning enzimatis. Pembentukan warna coklat disebabkan oksidasi senyawa-senyawa fenol dan polifenol oleh enzim fenolase dan polifenolase membentuk quinon, yang selanjutnya berpolimerisasi membentuk melanin (pigmen berwarna coklat). Untuk terjadinya reaksi browning enzimatis diperlukan adanya 4 komponen fenolase dan polifenolase (enzim), senyawa-senyawa fenol dan polifenol (substrat), oksigen dan ion tembaga yang merupakan sisi aktif enzim. Untuk menghindari terjadinya reaksi browning enzimatis dapat dilakukan dengan mengeliminasi (menghilangkan) salah satu atau beberapa komponen tersebut (Santoso, 2006).
Browning pada buah merupakan masalah besar di industry pangan yang menjadi penyebab utama hilangnya kualitas selama pengolahan pasca panen. Faktanya buah yang telah dipotong akan permukaannya kan berwarna coklat yang mengubah bukan hanya penampakan tettapi rasa yang tidak diinginkan dan nutrisi yang hilang (Quevedo dkk, 2009).
Penghambatan pencoklatan enzimatis dapat dilakukan baik dengan perlakuan fisik (pemanasan, pendinginan, pembekuan, aplikasi tekanan tinggi, irradiasi, dan lain-lain), maupun penambahan zat penghambat (pereduksi, pengkelat, asidulan, penghambat enzim, dan agen pengkompleks) (Marshall et al., 2000). Kombinasi dari kedua cara tersebut juga dapat dilakukan untuk mendapatkan penghambatan yang lebih efektif. Penggunaan zat penghambat sebaiknya tidak mempengaruhi tekstur, rasa dan aroma produk akhir. Perendaman dalam asam organik menyebabkan penurunan nilai pH sehingga aktivitas enzim fenolase dapat diminimalisir. Hasil pengamatan pH larutan saat perendaman dalam asam organik berkisar antara 2,11-2,63. Menurut Variyar et al. (1988), enzim fenolase memiliki aktivitas pada kisaran pH 3,0-8,5 (Nurdjanah dkk, 2008).
Reaksi browning pada Edible coating yang melapisi pada irisan apel dan kentang disimpulkan bahwa formulasi ini efektif dalam mencegah terjadinya reaksi browning dengan melindungi dari oksigen dan pencegah terjadinya proses oksidasi. Model elektrolisis merupakan model yang umum untuk memperoleh potensial antioksidan pada film tersebut (Le Tein dkk,2001).
Reaksi browning dapat dicegah dengan menambahkan senyawa-senyawa anti pencoklatan, antara lain senyawa-senyawa sulfit, asam-asam organik dan dengan balnching/blansir
a. Sulfit : senyawa-senyawa sulfit misalnya natrium bisulfit, SO Natrium 21 sulfit dan lain-lain mempunyai kemampuan untuk menghambat reaksi browning baik enzimatis maupun non enzimatis. Penghambatan terhadap browning enzimatis terutama disebabkan kemampuannya untuk mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim menjadi tidak aktif, sedangkan penghambatan reaksi browning non enzimatis disebabkan kemampuannya untuk bereaksi dengan gugus aktif gula pereduksi, sehingga mencegah reaksi antara gula pereduksi tersebut dengan asam amino.
b. Penambahan asam-asam arganik dapat menghambat browning enzimatik terutama disebabkan efek turunnya pH akibat penambahan senyawa tersebut. Enzim fenolase dan polifenolase mempunyai pH optimum pada pH 5 - 7, dibawah kisaran pH tersebut aktifitas enzim terhambat. Asam-asam organik yang dapat ditambahkan adalah asam askorbat, asam malat, asam sitrat dan asam erithorbat. Disamping menurunkan pH penambahan asam askorbat yang bersifat pereduksi kuat sehingga berfungsi sebagai antioksidan. Dengan penambahan asam askorbat, maka oksigen yang merupakan pemacu reaksi browning enzimatis dapat dieliminasi. Penambahan asam sitrat disamping dapat menurunkan pH juga dapat mengikat tembaga yang merupakan sisi aktif enzim sehingga aktifitas enzim dapat dihambat (Santoso, 2006).
Browning reaction pada bahan pangan terjadi secara umum enzimatik maupun non enzimatik. Secara enzimatik terjadi karena reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenolase, polifenol oksidase, tirosinase, a-katekolase yang sistematik dikelompok dalam enzim o-difenol. Cara penghambatan enzim fenolase dengan pemanasan (blanching), penambahan bisulfit, senyawa asidulan seperti asam sitrat, asam malat untuk mendapatkan pH 3 atau lebih rendah (Winarno, 1986).
PPO mengkatalisis dua reaksi dasar: hidroksiasi dan oksidasi. Kedua reaksi menggunakan oksigen molekuler (udara) sebagai substrat pembantu. Reaksi ini tidak hanya tergantung pada keberadaan udara, tetapi juga terhadap pH (keasaman). Reaksi tidak terjadi jika kondisi pH asam (pH<5) atau basa (pH>8) (Chayati, 2007).
Tirosin (EC 1.14.18.1) mengkatalisis oksidasi monophenols (cresolase) dan o-diphenol (catecholase atau diphenolase) menjadi reaktif quiinon. Para tironase merujuk pada tirosin sebagai substratnya. Yang memotong buah dan akhirnya berwarna merah akhirnya berwarna hitam (Sheng Chang, 2009).
Ketika buah atau sayur dikupas atau dipotong, terjadi pelepasan enzim yang terdapat pada jaringan tumbuhan. Adanya oksigen dari udara, enzim polifenol oksidase (fenolase) mengkatalis satu bagian pada perubahan biokimia pada komponen fenol tumbuhan menjadi pigmen coklat yang disebut melanin. Reaksi ini, disebut pencoklatan enzimatik, yang terjadi pada suhu panas ketika pH antara 5,0-7,0 (IFT, 2011).
Reaksi Maillard meruakan suatu reaksi kimia yang terjadi antara asam amino dan gula tereduksi, biasanya terjadi pada suhu yang tinggi. Reaksi non enzimatik ini menghasilkan pewarnaan coklat (browning). Reaksi ini menghasilkan warna dan aroma yang khas, dan berlangsung dalam suasana basa. Pada buah dan sayur reaksi pencoklatan diebabkan oleh aktivitas enzim fenolase yang aktif karena adanya oksigen yang kontak dengan bahan (Dwiari dkk, 2008).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar